Belikat Tak Bersayap

ACEL:
6 min readSep 28, 2024

--

syongton nsfw drabble, written in 1000+ words. tags: explicit sexual content. top syong / bot ton. porn what plot. public sex: pool sex. dirty talk.

Dari jarak bermil-mil, yang Anton pandang adalah bagaimana belikat tak bersayap milik Sungchan terpampang polos kontras dengan pasir putih dan ombak yang bergulung kecil. Sorot matahari juga terik menyinari. Tak ada keteduhan yang Anton rasa—apalagi melihat orang-orang di sekitar banjiri Sungchan dengan puji-puji.

Intinya, Anton cemburu.

“Udah aku bawa liburan dan sewa hotel pinggir pantai begini masih aja cemberut?”

Dan sayangnya, Sungchan tak menyadari itu.

Kaki jenjangnya diayun basah di tepi kolam, sudah lima belas menit sepulang berjemur di tepi pantai tapi Anton masih belum berucap, suasana hatinya mendadak senyap. Sementara Sungchan—di belakangnya sedang menyibak rambut dengan handuk tebal tuk keringkan surai cokelat—sungguh tak memiliki pikiran bahwa ada sesuatu yang Anton sembunyikan sedikit rapat (sebab ekspresi tak bisa diajak bermufakat).

Tapi sedari memasuki ruangan sejak pulang dari tepi pantai, Sungchan merangkum semuanya dalam satu kesimpulan: ada sesuatu yang sedang Anton tahan dan pendam diam-diam. Maka, ini saatnya ia harus bergerak sebelum semuanya kian meledak-ledak.

“Anton,” panggilnya lembut. Handuk diletakkan di atas kursi, Sungchan mengurungkan niat untuk mengeringkan diri; justru kali ini tubuhnya dibiarkan basah kembali saat masuk ke dalam kolam lalu berdiri mendongak menatap Anton yang duduk dengan tangan dilipat. “You look so upset. Ada sesuatu yang salah ya dari aku?”

Ayunan kakinya berhenti, Anton mengedikkan bahu lalu menggeleng dua kali. “Emang harus aku terus ya yang kasih tau kalo Kakak abis ngelakuin sesuatu yang salah?”

Rumit dan berkelit. Meski begitu, tak dapat terkuras habis kesabaran Sungchan untuk menyelesaikan permasalahannya. Maka, “Kalo gitu, kasih petunjuk dong supaya Kakak tau apa yang salah dari Kakak. Boleh, ya?”

Begitu. Begitu sebabnya Anton menyebut Sungchan dengan sebutan belikat tak bersayap; tuturnya rendah dan menenangkan juga penuh kesabaran. Bak seorang malaikat. Terkadang Anton merasa terlalu kekanak-kanakan jika bersanding dengan Sungchan yang begitu matang.

Mmhm,” dehem Anton sebagai keputusan kecil. Ia turun turut membasahi tubuhnya di dalam kolam, berdiri saling berhadapan dengan Sungchan. Tangannya kemudian diulur, sentuh dada Sungchan dengan ujung kukunya membentuk garis yang tak berpola. Hanya sekedar menari-nari di sana dengan bibir yang masih mengerucut sebal. “Badannya Kakak bagus banget. Pantes aja orang-orang di pantai barusan liatin dan puji-puji Kakak.”

Oh, ini ternyata.

“Ya?” tapi Sungchan hanya bereaksi satu kata. Mereka masih sama-sama bertelanjang dada selepas berjemur di tepi pantai sampai sekarang berakhir di kolam hotel. Dan yang Sungchan lakukan setelahnya adalah menurunkan pandangannya untuk memandangi tubuh Anton—lalu tangannya meraih pergelangan tangan yang termuda untuk berhenti bergerak. “Tapi badan kamu juga enggak kalah bagus, Anton.”

Genggaman pada pergelangan dilepas, Sungchan membawa tangan Anton ke bawah air untuk beberapa saat. “Tau enggak apa kata temenku pas liat kamu telanjang dada kaya begini?”

Anton bergeming, bibirnya yang semula mengerucut sebal kini beralih jadi melengkung kebingungan—semakin dibuat kebingungan tatkala Sungchan mendekatkan wajahnya untuk bisikan sebuah jawaban.

“Badan Sungchan sama badannya Anton sama-sama gede. Kalo ngewe pasti bikin ancur parah.”

Sekarang Anton mengerling, sementara Sungchan mengulas senyum miring. “Bener gak kaya gitu?”

Yang termuda wajahnya mendadak merah merona, tahu saat ini mereka berada di kolam yang menghadap pemandangan pantai sore hari dengan mentari yang nyaris terbenam juga masih ramai banyak orang—ada sesuatu yang tersentil dan buat mereka sedikit tertantang.

“Harus dicoba dulu.” Anton coba menggoda. “Di sini, mungkin. Kakak mau?”

Ini dia puncaknya. Sungchan curi kecup di bibir rekah Anton yang sedikit terbuka, lengannya di bawah air kemudian mengalung di pinggang si pemuda. Mereka bercumbu mesra; pagut bibir satu sama lain begitu panas luar biasa; saling tukar saliva; lumat lidah yang menari ria; ciuman yang menuntut untuk segera melanjut pada tahap-tahap berikutnya. Tahu-tahu tubuh Anton sudah diputar membalik badan, punggungi Sungchan yang kini beralih ciumi leher jenjangnya dengan kecupan-kecupan.

Hn—Kakak...” panggil Anton dengan mata terpejamnya. Tentu ia total sadar bahwa area kolam renang masih bisa terpandang dari jarak orang-orang yang ramai di tepi pantai. Tapi tak sedikit pun Anton berpikir untuk menghentikan. Justru harapannya, orang-orang yang membanjiri Sungchan dengan pujian seperti barusan dapat melihat apa yang sedang mereka lakukan; bercinta di dalam kolam.

“Buka kakinya lebih lebar lagi, Anton.”

Bertumpu pada lantai tepi kolam, Anton mengidahkan perintah Sungchan untuk membuka lebih lebar kakinya di bawah sana. Terasa deras air bergerak menyapu kulitnya dalam sesaat. Juga bisa Anton rasakan sedikit gerakan yang rusuh kala Sungchan menurunkan karet celananya, kemudian bisa pula Anton rasakan saat celana tipisnya dilucuti sampai garis bawah pantat—Sungchan menggesek sambil menggenggam penisnya di sana sedikit kesulitan.

“Enak, Sayang?” ujung telinga Anton dijilat pelan. “Aku gesek-gesek kontol kaya gini, di kolam, orang-orang di luar sana bisa liat. Enak?”

Iris Anton terkatup, kontras dengan bibirnya yang terbuka luncurkan desah kecil yang tak menggema. Hanya Sungchan seorang yang dapat mendengarnya. Halus dan lembut. Buat Sungchan tak sabaran untuk terus membuatnya makin kalut; penisnya yang semula hanya digesek kini bergerak didorong masuk.

“Kamu masih aja sempit,” bisiknya lalu diakhiri dengan kecup di puncak bahu. “Harus diewe berapa kali lagi, Anton, supaya lubangnya bisa longgar?”

Kuku-kuku Anton memutih. Tumpuannya kian mengerat ketika rasakan penis Sungchan yang terhadang oleh air kolam susah payah memasuki lubangnya.

Ng—” desah Anton bahkan dibuat tak lolos dengan mudah. Tersentak karena mereka tak gunakan pelumas. Kesat air di kolam tentu menjadi sebuah kesulitan. Tapi bersama Sungchan, Anton yakin kenikmatan akan datang. “Kakak—uh, di dalem air gini kenapa kerasa makin gede...”

Lingkar tangan Sungchan mengencang. Tubuh keduanya saling berimpitan buat air kolam sedikit bergelombang yang dalam waktu bersamaan penis Sungchan berhasil masuk seluruhnya ke dalam.

“Tahan posisi kaya gini.”

Tungkai Anton melawan kuatnya air, sedikit membuatnya mendadak keram—tapi tak banyak yang bisa ia lakukan. Sungchan memerintahnya untuk tetap berada di posisi seperti ini; sandarkan dadanya di tembok kolam sedang lengannya terangkat bertumpu menahan beban. Sementara di belakang Sungchan mendekapnya dengan penis yang ciptakan penyatuan, sebisa mungkin gerakannya dibuat tenang mengingat mereka sedang bersenggama seperti hewan; tak tahu malu dan tak kenal tempat yang aman—kepalang nafsu, di kolam renang menghadap pantai ramai orang mereka saling memadu.

“A—aah... Kakak, pelan-pelan. Nanti kalo ketauan sama orang-orang gimana...”

“Biarin aja. Biarin orang-orang liat kamu lagi diewe di kolam sama aku—kalo perlu dipotret aja terus mereka sebar supaya pada tau kalo aku punyanya kamu.”

Yang Anton tahu, Sungchan adalah si andal bertutur kata tapi bukan seorang buaya—yang tertua punya banyak cara untuk membuatnya yakin bahwa hanya ia satu-satunya. Termasuk sekarang, genjotan di bawah air kian berantakan hingga ciptakan desah dan ekspresi keenakan yang tak bisa Anton tahan. Mungkin seseorang yang menyebar pandang bisa saja menangkap apa yang sedang mereka lakukan, tapi seperti apa kata yang Sungchan ucapkan—Anton tak lagi mengkhawatirkan bagaimana jika orang-orang menyaksikan apa yang sedang diperbuatnya bersama Sungchan.

“Lain kali gak usah cemburu karena aku dipuji-puji,” suara Sungchan kali ini lebih berat lagi, seolah ia sedang menekan sesuatu untuk Anton lebih mengerti. “Kan yang bisa aku ewe di kolam begini cuma kamu aja—gak ada lagi. Jadi, tunjukkin dong muka enaknya biar orang-orang tadi liat. Bikin mereka iri karena cuma kamu yang bisa Kakak pake kaya begini.”

Juga, Sungchan punya beragam cara untuk redakan cemburu yang Anton rasa. Salah satunya adalah dengan memilih ruang publik terbuka sebagai destinasi bercinta; entakkan yang hebat luar biasa, deras air bahkan keluar dari batas kolam seperti buktikan apa yang sohib Sungchan katakan mengenai bagaimana tubuh tinggi dan besar keduanya bisa hancurkan apa saja saat sesi seks yang mereka laksanakan.

Karena dalam belasan menit kemudian, air jernih dengan taburan mawar seketika berubah tercemar dengan tetesan mani yang berkali-kali keluar. Meski begitu, sebutan si belikat tak bersayap tak akan Anton lepaskan. Sebab Sungchan dapat membawanya terbang melayang dalam entakkan yang memabukkan.

--

--

No responses yet